HORMON GIBERELIN
1. Giberelin
a. Pengertian Hormon
Zat pengatur tumbuh tanaman yang dihasilkan oleh tanaman disebut fitohormon, sedangkan yang sintetik disebut zat pengatur tumbuh tanaman sintetik. Hormon tanaman didefinisikan sebagai senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil yang disintesiskan pada bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut ke bagian lain tanaman dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis.
Menurut definisi tersebut hormon tanaman harus memenuhi beberapa syarat berikut, yaitu : (1) senyawa organik yang dihasilkan oleh tanaman sendiri, (2) harus dapat ditraslokasikan, (3) tempat sintesis dan kerja berbeda, (4) aktif dalam konsentrasi rendah. Dengan batasan-batasan tersebut vitamin dan gula tidak termasuk dalam hormon. Dikenal 5 golongan fitohormon yaitu auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat dan etilen (Wattimena G.A. 1988: 8).
Pada umumnya, hormon mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, dengan mempengaruhi pembelahan sel, perpanjangan sel, dan diferensiasi sel. Menurut Meyer et al. (1973) dan Bidwell (1979), suatu hormon tidak hanya berperan atau bekerja dalam satu macam proses fisiologi, namun kadang-kadang dalam pengaturan berbagai proses (Retno Wahyuningtyas, 1994: 8). Setiap hormon mempunyai efek ganda tergantung pada : tempat kegiatannya, konsentrasinya, dan stadia perkembangan tumbuhannya. Hormon tumbuhan, diproduksi dalam konsentrasi rendah, tetapi sejumlah kecil hormon dapat membuat efek yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan organ suatu tumbuhan.
b. Sejarah Giberelin
Giberelin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula ditemukan di Jepang oleh Kurosawa pada tahun 1926. Kurosawa melakukan penelitian terhadap penyakit ”bakane” yang menyerang tanaman padi. Adapun penyebab dari penyakit ini adalah jamur Gibberella Fujikuroi. Suatu gejala khas dari penyakit ini ialah: apabila tanaman padi terserang, maka tanaman tersebut memperlihatkan batang dan daun yang memanjang secara tidak normal. Kurosawa berhasil mengisolasi Gibberella Fujikuroi ini dan menginfeksikan kepada tanaman yang sehat. Sebagai akibat infeksi tersebut, maka tanaman yang terinfeksi itu memperlihatkan gejala seperti di atas (Zainal Abidin, 1982 : 37 ).
Menurut Dardjat Sasmitamihardja dan Arbayah S. (1996 : 332), pada tahun 1930 Yabuta dan Hayashi berhasil mengisolasi suatu senyawa aktif dari jamur Gibberella Fujikuroi yang dinamakan giberelin. Pada tahun 1951, Stodola dkk melakukan penelitian terhadap substansi dari jamur Gibberella Fujikuroi, dan menghasilkan “Giberelin A”. Penyelidikan orang–orang Jepang ini tidak banyak menarik perhatian para ahli di luar Jepang. Sampai pada akhir Perang Dunia II beberapa team ahli dari Inggris dan Amerika Serikat mengunjungi Jepang dan menyadari akan penelitian-penelitian mengenai giberelin ini. Sesudah studi yang mendalam diketahui bahwa giberelin A terdiri dari sekurang-kurangnya 6 macam giberelin yang disebut GA1, GA2, GA3, GA4, GA7, dan GA9. Menurut Loveless A. R. (1991: 369) giberelin alami ada lebih dari 30 macam, semuanya memiliki konfigurasi kimia yang khusus (suatu rangka giban), tetapi yang paling sering dideteksi ialah asam giberelat (GA3) dan banyak efek fisiologis yang dianggap berasal dari GA3.
c. Karakteristik Kimia Giberelin
Giberelin termasuk senyawa isoprenoid dan merupakan diterpen yang disintesis dari unit-unit asetat yang berasal dari asetil-KoA melalui jalur asam mevalonat (Dardjat Sasmitamihardja dan Arbayah, 1996 : 334), senyawa isoprene memiliki 5 atom karbon (C). Unit-unit isoprene ini dapat bergabung menghasilkan monoterpene (C-10), sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20), dan triterpene (C-30).
Gambar 5. Struktur GA3
(Salisbury dan Ross, 1995: 51)
Semua molekul giberelin mengandung ‘Gibban Skeleton’. Giberelin dapat dikelompokkan mejadi dua kelompok berdasarkan jumlah atom C, yaitu yang mengandung 19 atom C dan 20 atom C. Sedangkan berdasarkan posisi gugus hidroksil dapat dibedakan menjadi gugus hidroksil yang berada di atom C nomor 3 dan nomor 13. Penelitian lebih lanjut juga menemukan beberapa senyawa lain yang memiliki fungsi seperti giberelin tetapi tidak memiliki ‘Gibban Skeleton’. Semua giberelin dengan 19 atom adalah asam monokarbosiklik yang mengandung grup COOH pada posisi 7 dan mempunyai sebuah laktonering.
Gambar 6. Struktur Ent-Gibberellane (gibban skeleton)
(Salisbury dan Ross, 1995: 51)
d. Biosintesis dan Transport Giberelin
Jalur biosintesis giberelin berasal dari prekursor asam mevalonat yang dibentuk oleh asetil koenzim A. Giberelin disintesis pada daun yang sedang berkembang, primordium cabang, ujung akar dan biji yang sedang berkembang. Salisbury dan Ross (1995: 54) menyatakan bahwa pengangkutan asam giberelat dalam tumbuhan tidak terjadi secara polar. Pengangkutan berlangsung melalui difusi. Selain itu, pengangkutan juga berlangsung melalui xilem dan floem.
e. Pengaruh Fisiologis dari Giberelin
Giberelin sebagai hormon tumbuh pada tanaman berpengaruh terhadap sifat genetik (genetic dwarfism), pembungaan, penyinaran, partenokarpi, mobilisasi karbohidrat selama perkecambahan dan aspek fisiologis lainnya. Giberelin mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan sel, aktivitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesis protein (Zainal Abidin, 1982: 44). Kebanyakan tanaman memberikan respon terhadap pemberian GA3 dengan pertambahan panjang batang. Pengaruh GA3 terutama di dalam perpanjangan ruas tanaman yang disebabkan oleh jumlah sel-sel pada ruas-ruas tersebut bertambah besar (Wattimena, 1987 : 23-24 ). Peran giberelin dalam pemanjangan batang merupakan hasil dari 3 proses. Proses pertama adalah pembelahan di daerah ujung batang. Dari hasil penelitian Lui dan Loy (1976) menunjukkan pembelahan sel diakibatkan oleh stimulus giberelin terhadap sel yang berada pada fase G1 agar segera memasuki fase S dan memperpendek fase S. Proses kedua adalah giberelin memacu pertumbuhan sel dengan cara meningkatkan hidrolilis amilum, fruktan dan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa sehingga dapat digunakan untuk respirasi yang menghasilkan energi. Energi tersebut kemudian akan digunakan untuk pembentukan dinding sel dan komponen-komponen sel lain sehingga proses pembentukan sel dapat berlangsung dengan cepat. Giberelin juga menurunkan potensial air sehingga air dapat masuk ke dalam sel dengan lebih cepat dan terjadi pembentangan sel. Proses ketiga adalah giberelin meningkatkan plastisitas dinding sel (Salisbury & Ross, 1985: 61). Giberelin juga memenuhi kebutuhan beberapa spesies akan masa dingin untuk menginduksi pembungaan atau agar berbunga lebih awal (vernalisasi). Giberelin secara luas juga dikenal dapat mengubah ekspresi jenis kelamin.
Biasanya fertilisasi diperlukan sebelum pertumbuhan buah dimulai tetapi pada beberapa kasus buah berkembang meskipun dengan tidak adanya fertilisasi. Proses tersebut dikenal sebagai partenokarpi. (Rismunandar, 1988) menyatakan partenokarpi terdiri atas dua kata yaitu parthenos yang berarti perawan (belum dibuahi sel telurnya) dan karpos yang berarti buah. Partenokarpi meliputi perkembangan buah tanpa penyerbukan, kemudian diperluas semua menjadi perkembangan buah tanpa fertilisasi baik setelah terjadinya penyerbukan maupun tanpa penyerbukan (Retno Wahyuningtyas, 1994: 23). Pertumbuhan partenokarpi buah dipicu oleh hormon giberelin, tanaman-tanaman yang mengalami perkembangan buah tanpa adanya fertilisasi tetapi perkembangan buahnya di picu oleh hormon giberelin adalah tomat, apel dan buah persik (Mulyani dan Kartasapoetra, 1989: 61). Bradley dan Crane (1962) memperlihatkan bahwa buah persik partenokarpi yang dihasilkan oleh pemrosesan giberelin adalah serupa dengan buah persik normal dalam ukuran dan rasio jumlah sel terhadap ukuran sel (Mulyani dan Kartasapoetra, 1989: 83).
Telah banyak diuraikan giberelin dalam hubungannya dengan partenokarpi. Hasil penelitian Barker dan Collin (1965) menunjukkan bahwa GA3 lebih efektif dalam terjadinya partenokarpi dibanding dengan auxin yang dilakukan pada blueberry. Hasil penelitian Clore menunjukkan bahwa pencelupan klaster anggur jenis Delaware pada saat sebelum berbunga (prebloom) dan sesudah berbunga (post bloom) dalam larutan GA3 dapat dihasilkan 88-96% beri yang tak berbiji. Begitu pula Delvin dan Demoranville (1967) meneliti cranberry, dan Mdlibowska (1966) meneliti pear dengan mengaplikasikan GA3. (Zainal Abidin, 1982: 47). Rismunandar (1988) menyatakan bahwa penggunaan GA3 konsentrasi 10 ppm disemprotkan pada seluruh malai bunga tomat, konsentrasi 25 ppm untuk tanaman terong, konsentrasi 50 ppm untuk buah mentimun, disemprotkan langsung seluruh tanaman pada saat malai berbunga, menghasilkan buah-buah tak berbiji (Retno Wahyuningtyas, 1994: 25).
DAFTAR PUSTAKA
Dardjat Sasmitamihardja dan Siregar A. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : Jurusan Biologi FMIPA IPB.
Loveless, A. R. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik (Terjemahan : Kuswata Kartawinata, Sarkat Danimiharja dan Usep Soetisna). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mul Mulyani Sutedjo dan Kartasapoetra, A. G. 1989. Fisiologi Tanaman 1. Jakarta : Bumi Aksara.
Retno Wahyuningtyas. 1994. Pembentukan dan Perkembangan Buah Tanaman Pare Pahit (Momordica charantia Linn.) dengan Perlakuan Auxin dan Giberelin. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.
Salisbury, F.B and Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. (Terjemahan : Dian R Lukman dan Sumaryono). Bandung : Penerbit ITB.
Wattimena G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tumbuhan. Bogor : Pusat Antar Universitas IPB.
Zainal Abidin. 1982. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung : Angkasa
lengkap dan detail ulasan nya
BalasHapusinfo:buat yg suka ngulik-ngulik tanaman kami sedia hormon tumbuhan auksin.sitokinin,giberelin,colchicine,dll.
semua dalam bentuk cair.masih murni/biang.jadi mudah untuk pengunaan nya
fast respon (24 jam) call/sms 081 805 1805 805
http://hormontumbuhan.blogspot.com/
facebook: hormontumbuhan